
Seputar Indonesia Timur — Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Papua (SMP) menggelar aksi demonstrasi di kawasan Lingkaran Abepura, Kota Jayapura, pada Selasa (2/9/2025).
Aksi tersebut mengangkat tema besar “Papua Darurat Militer dan Kekerasan Menangani Massa Aksi di Sorong” sebagai bentuk keprihatinan terhadap situasi keamanan dan kebebasan berpendapat di Papua.
Dalam aksinya, para mahasiswa membawa sejumlah poster dengan beragam tulisan protes, antara lain:
- “Bubarkan Paspol”
- “Otsus Papua Gagal, Kembalikan RIS”
- “Apa arti merah putih jika hanya menjadi tirai menutupi luka dan darah”
Salah satu fokus utama demonstrasi adalah seruan pembebasan empat tahanan politik (Tapol) di Sorong, Papua Barat Daya.
“Empat tapol itu bukan koruptor, bukan pembunuh. Mereka adalah orang-orang yang peduli dengan negeri ini. Maka kami minta segera bebaskan dan kembalikan empat tapol,” tegas salah satu orator di tengah aksi.
Mahasiswa Soroti Matinya Demokrasi
Selain menuntut pembebasan tahanan politik, para mahasiswa juga menyuarakan kritik terhadap kondisi demokrasi dan hukum di Indonesia.
“Indonesia disebut negara hukum, tapi kenyataannya hukum sudah mati. Demokrasi yang seharusnya memberi ruang menyampaikan pendapat kini ditutup rapat,” ujar seorang peserta aksi lainnya.
Pernyataan tersebut mencerminkan kekecewaan mahasiswa atas penanganan aksi massa di Papua yang kerap dianggap berlebihan dan penuh kekerasan.
Meski membawa tuntutan keras, situasi aksi di Abepura hingga berita ini diturunkan terpantau berlangsung kondusif. Aparat keamanan hadir di lokasi untuk melakukan pengawalan agar demonstrasi berjalan tertib.
Hingga sore hari, mahasiswa tetap melakukan orasi secara bergantian tanpa adanya bentrokan dengan aparat.
Konteks Aksi Solidaritas
Demonstrasi ini tidak hanya berfokus pada isu Sorong, tetapi juga mencerminkan kegelisahan mahasiswa Papua terhadap situasi politik, hukum, dan keamanan di tanah Papua secara umum.
Dengan mengusung tema “Papua Darurat Militer,” mahasiswa menegaskan bahwa pendekatan represif tidak akan menyelesaikan masalah.
Sebaliknya, mereka menuntut adanya dialog terbuka yang menghargai hak demokratis rakyat Papua.